Setjen DEN Bahas Pemutakhiran Potensi Krisis Energi/ Darurat Energi

 

JAKARTA (Persepsi.co.id) – Sekretariat Jenderal Dewan Energi Nasional (Setjen DEN), menyelenggarakan rapat pemutakhiran pemetaan potensi krisis dan darurat energi. Kepala Biro Fasilitasi Penanggulangan Krisis dan Pengawasan Energi, Ediar Usman yang mewakili Setjen DEN memimpin rapat melalui video konferensi, Kamis (9/7/2020).

Pemetaan ini merupakan bagian dari identifikasi dan pemantauan kondisi penyediaan dan kebutuhan energi sebagaimana amanat Perpres 41 tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan/atau Darurat Energi.

Pada rapat ini disampaikan bahwa pembaharuan kriteria pemetaan daerah potensi rawan krisis/darurat listrik agar lebih akurat melalui masukan dari para stakeholder.

Senada, Kepala Bagian Fasilitasi Penanggulangan Krisis Energi, Dwi Kusumantoro, melaporkan tentang kriteria dan bobot peta potensi rawan krisis/darurat listrik. Kriteria ini berkaitan dengan data realisasi pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan, serta informasi kehandalan sistem ketenagalistrikan di Indonesia.

Menyambung hal itu, perwakilan Direktorat Pembinaan Program Ketenagalistrikan Yeni Gusrini menyampaikan kapasitas pembangkit hingga Mei 2020 sebesar 70,9 GW, dan sekitar 14,70% berasal dari pembangkit energi baru terbarukan.

“Pemerintah tetap berkomitmen, untuk meningkatkan kapasitas pembangkit listrik dan direncanakan akan beroperasi pembangkit baru sebesar 1.092 MW di tahun ini” jelasnya.

Sementara, dari Perwakilan Direktorat Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan, Darmaji Setiawan menambahkan, bahwa kondisi sistem kelistrikan nasional berjumlah 22 sistem besar,

“19 sistem dalam kondisi normal, 3 sistem siaga dan tidak ada sistem yang defisit” terangnya.

Menurut, Executive Vice President Operasi Regional Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara PT. PLN (Pesero), Indradi Setiawan, sistem kelistrikan pada regional Maluku, Papua dan Nusa Tenggara (MPNT) terdiri dari 7 sistem kelistrikan besar dan 297 sistem kelistrikan yang tersebar dengan total Daya Terpasang sebesar 2,34 GW, Daya Mampu Pasok sebesar 1.652 MW dan beban puncak mencapai 1.077 MW.

 

“Pertumbuhan penjualan tenaga listrik, pada regional MPNT dari Juni 2019 sampai dengan Juni 2020 sebesar 11,43%” paparnya.

Sementara itu, menurut General Manager Pusat Pengatur Beban (P2B) Jawa-Bali PT. PLN (Persero), E. Haryadi dengan adanya pandemi Covid-19, beban listrik Jawa Bali menurun dengan kondisi penjualan saat ini sama dengan kondisi 2 tahun lalu. Saat ini, reserve margin pada sistem Jamali lebih dari 30%. Meskipun COD beberapa pembangkit di Pulau Jawa mengalami penundaan, sistem Jawa-Bali masih aman.

“Kebutuhan listrik yang menurun menyebabkan oversupply, sehingga PLN mengharapkan dukungan Pemerintah untuk mendorong pertumbuhan industri di P. Jawa guna menyerap kelebihan produksi energi listrik. Selain itu, perlu mendorong penyelesaian program Jawa Bali Connection untuk mengevakuasi kelebihan daya listrik di P. Jawa, sekaligus mendukung program Bali Clean and Green Energy” ungkap W. Haryadi.

Pada kesempatan itu, Kepala Biro Umum, Mustika Pertiwi menjelaskan perlunya, penjelasan mengenai ketahanan energi kepada para stakeholder.

“Dengan mempertimbangkan, daerah yang terisolasi (isolated area), sehingga stakeholder memiliki pemahaman yang sama, dalam mendukung ketahanan energi” kata Mustika Pratiwi.

Sebagai penutup, Ediar menyampaikan bahwa hasil pertemuan ini berguna untuk memutakhirkan pemetaan potensi krisis energi/darurat energi,

“Serta mendukung, penetapan Rancangan Peraturan Menteri ESDM tentang Tata Cara Tindakan Penanggulangan Krisis Energi dan/atau Darurat Energi” pungkasnya. (*).