(Slamet Riyanto Pegawai Direktorat Jenderal Pajak)
persepsi.co.id|Teknologi informasi berubah begitu cepat. Perkembangan teknologi mempengaruhi gaya hidup manusia. Kegiatan transaksi jual beli berbasis online merupakan salah satu perubahan gaya hidup manusia akibat perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi dapat memudahkan masyarakat untuk melakukan transaksi jual beli di mana saja dan kapan saja.
Transaksi ekonomi mulai beralih dari manual menuju dunia digital berbasis internet. Dikutip dari website Kemenkominfo RI, dikatakan bahwa bisnis online di Indonesia semakin menjanjikan. Di tengah pandemi, bisnis dagang berbasis digital ini diproyeksikan tumbuh 33,2 persen dari 2020 yang mencapai Rp253 triliun menjadi Rp337 triliun pada tahun 2021. Hal ini terjadi karena dalam dunia digital penjual dan pembeli tidak harus bertemu secara fisik. Tentu hal ini sangat menguntungkan karena menghemat biaya dan waktu.
Saat ini banyak aplikasi yang digunakan masyarakat dalam melakukan transaksi jual beli secara online. Aplikasi tersebut menjadi perantara antara penjual dan pembeli secara online. Pembeli bisa memesan barang/jasa di manapun pembeli tersebut berada. Penjual dapat memenuhi permintaan pembeli dan mengirimkan barang/jasa dengan perantara kurir.
Perubahan gaya hidup menuju digital dan berkembangnya digitalisasi sistem pembayaran dikelola secara baik oleh pemerintah. Transaksi jual beli secara online juga digunakan oleh Instansi Pemerintah dalam pengadaan barang dan jasa. Dunia digital tumbuh di Indonesia. Apalagi pemain-pemain dalam aplikasi jual beli online merupakan UMKM.
Banyak UMKM yang mengembangkan usahanya menjadi toko online untuk memperluas marketnya sehingga diharapkan menjadi roda penggerak perekonomian negara.
Dalam rangka mendukung penggunaan produk dalam negeri, menggerakkan sektor UMKM, mengoptimalkan penerimaan negara dari pajak, dan menjaga efisiensi serta meningkatkan transparansi belanja pemerintah seiring perkembangan digital menjadi tantangan bagi pemerintah. Pemerintah harus melakukan upaya-upaya agar belanja pemerintah menciptakan keterbukaan, transparansi, akuntabilitas, dan prinsip persaingan yang sehat. Data APBN menunjukan belanja pemerintah meningkat dari tahun ke tahun. Apabila pemerintah dapat mengatur dan mengelola belanjanya dengan benar maka hal-hal tersebut di atas dapat dicapai. Melihat perkembangan dunia digital yang pesat dan belanja pemerintah yang terus naik tiap tahun, apa upaya pemerintah untuk dapat mendukung penggunaan produk dalam negeri, menggerakkan sektor UMKM, mengoptimalkan penerimaan pajak dan meningkatkan efisiensi dan transparansi belanja pemerintah?.
Menjawab tantangan tersebut, Pemerintah mengeluarkan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan aturan turunannya yaitu PMK nomor 58/PMK.03/2022 tentang Penunjukan Pihak Lain Sebagai Pemungut Pajak Dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan/Atau Pelaporan Pajak Yang Dipungut Oleh Pihak Lain Atas Transaksi Pengadaan Barang Dan/Atau Jasa Melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 58/PMK.03/2022 mengatur penunjukan pihak lain meliputi ritel daring atau marketplace pengadaan sebagai pemungut pajak untuk melakukan pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak atas transaksi pengadaan barang/jasa melalui sistem informasi pengadaan pemerintah. Marketplace pengadaan atau marketplace adalah Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) yang memiliki sarana perdagangan melalui sistem elektronik yang digunakan sebagai wadah bagi rekanan untuk memberikan penawaran barang dan/atau jasa kepada Instansi Pemerintah. Ritel daring adalah Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) yang memiliki sarana perdagangan melalui sistem elektronik yang digunakan sendiri untuk memberikan penawaran barang dan/atau jasa kepada Instansi Pemerintah.
PMK 58 ini bertujuan mengamankan penerimaan pajak atas transaksi pengadaan barang dan/ atau jasa pemerintah secara elektronik melalui sistem informasi pengadaan pemerintah, juga memberikan kepastian hukum dan kemudahan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi wajib pajak sebagai penyedia barang dan / atau jasa pemerintah serta pihak lain sebagai penyelenggara sistem informasi pengadaan pemerintah.
Dengan PMK 58 ini, Instansi Pemerintah mendapatkan kemudahan dalam melakukan transaksi pengadaan barang atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah. Barang dan jasa yang diinginkan mudah ditemukan karena area pemasarannya luas dan pajak tidak menjadi masalah lagi karena ada pihak lain yang ditunjuk untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajaknya. Hal ini tentu menguntungkan Instansi Pemerintah karena menghemat waktu, biaya, pekerjaan, dan manfaat lainnya seperti dikatakan Teo, Lin & Lay (2009) bahwa keuntungan dari e- procurement menjadi 2 yaitu, keuntungan yang dirasakan secara langsung (meningkatkan kevalidan data, meningkatkan efisiensi dalam proses pengadaan, proses aplikasi yang lebih cepat, mengurangi biaya operasional juga administrasi) dan keuntungan yang tidak langsung (e-procurement membuat pengadaan menjadi lebih dapat berkompetisi, meningkatkan pelayanan pada konsumen, dan meningkatkan hubungan dengan rekan kerja.
Kemudahan bertransaksi secara elektronik bagi Instansi Pemerintah dalam pengadaan barang dan/atau jasa ini tentu menguntungkan para pelaku usaha UMKM yang menyediakan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah. Mereka sangat terbantu karena mendapatkan pasar baru yaitu Instansi Pemerintah. Mereka dapat meningkatkan produktivitas, layanan, dan daya saing untuk meningkatkan omset. Pengadaan barang dan jasa secara online oleh pemerintah yang dilaksakan secara transparan, akuntabel, dan terbuka berdampak pada peningkatan pelayanan publik, dan menekan kebocoran anggaran (Mulyono, 2016).
Dengan demikian PMK 58 ini memberikan manfaat antara lain dapat menggerakkan usaha sektor UMKM dan perekonomian nasional. Penerimaan pajak tetap terjaga karena ada pihak lain yang melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas belanja pemerintah ini. Omset UMKM yang meningkat juga meningkatkan penerimaan pajak dari setoran pajak penghasilan. Efisiensi dan transparansi belanja Instansi Pemerintah juga dapat diawasi karena adanya penyelenggara Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah.
Aturan dan sistem pengadaan barang dan jasa secara online yang sudah baik tersebut, dalam pelaksanaannya kadang masih ada kendala seperti tingkat pengetahuan dan kemampuan user dan masalah jaminan keamanan sistem. Oleh karena itu, Pemerintah juga harus melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah.
Rekanan penyedia barang dan jasa yang bergabung dalam marketplace harus memenuhi ketentuan syarat menjadi rekanan pemerintah. Barang dan jasa yang disediakan juga harus memenuhi standar belanja pemerintah. Jangan sampai kemudahan belanja Instansi Pemerintah ini menjadi boomerang bagi Instansi Pemerintah sendiri karena barang/jasa yang tidak sesuai standar. Efisiensi yang diharapkan tidak tercapai, yang ada malah pemborosan karena harus pengadaan barang/jasa lagi. Pajak yang dipungut oleh marketplace juga harus dipastikan disetorkan ke kas Negara.
Demikian upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk memastikan penerimaan pajak dari transaksi pengadaan barang/jasa oleh Instansi Pemerintah secara online. Selain menerbitkan aturan untuk memudahkan belanja Instansi Pemerintah melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah, juga melakukan pengawasan dan evaluasi agar tujuan dari aturan yang telah diterbitkan dapat terwujud.
Oleh Slamet Riyanto
Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis, tidak mewakili institusi