Tradisi Lisan Minangkabau

persepsi.co.id||Kegiatan yang hidup secara lisan dalam masyarakat tidak hanya sastra dan seni, akan tetapi juga berupa pertuturan adat, mantera, lagu, dan lain sebagiannya. Dalam upacara adat minangkabau , pertuturan adat yang terdiri dari pidato adat dan pasambahan masih hidup di tengah masyarakat Minangkabau. Pidato adat disampaikan pada upacara pengangkatan pengulu. Pasambahan dituturkan ketika ada rundingan antara satu pihak dengan pihak lain, seperti meminang, manjapuik marapulai, dan lain sebagiannya. Satu wilayah dengan wilayah lain terdapat sedikit perbedaan , tetapi hanya pada tataran teknis pelaksanaan, dan varian. Selain pertuturan adat, mantera pun masih produktif dalam masyarakat Minangkabau, baik mantera untuk kebaikan maupun mantera untuk kejahatan. Banyak anggota masyarakat yang masih percaya dan memanfaatkan mantera untuk berbagai tujuan.

Sementara itu, lagu permainan anak-anak sudah kurang produktif, bahkan permainan tradisional anak-anak dari waktu semakin berkurang. Anak-anak mulai terbiasa dengan permainan modern , alat permainan yang diperjualbelikan pasar, bahkan kemudian anak-anak tertarik kepada permainan elektronik semisal gamewatch, station, dan lain-lain. Dengan keadaan demikian, anak-anak tidak bermain dengan alat-alat permainan, tetapi memainkan peralatan elektronik. Mereka tidak lagi membuat permainan, hanya memainkan, menggunakan, dan membeli. Akibatnya, lagu kelisanan yang mengiringi permainan pun hilang. Keadaan ini amat jelas pada masyarakat urban. Namun demikian, di kampung-kampung masih ada permainan anak-anak tradisional walaupun sudah diselingi bersaing dengan permainan modern.

Dari berbagai genre sastra lisan terlihat fenomena ada yang hidup marak, ada yang memudar, ada yang hamper punah, bahkan ada yang sudah punah. Genre yang terus hidup itu tampak mempunyai salah satu atau gabungan unsur di dalamnya, yaitu adanya ruang untuk berimprovisasi dengan kekinian masyarakatnya. Keterbukaan itu dapat dilihat dari beberapa sisi, misalnya dari sisi instrumennya. Saluang dendang atau bagurau yang semula hanya saluang untuk mengiringi tukang dendang sekarang diiringi dengan rebana dan tamborin. Dari sisi irama pendendangnya, seperti salawat dulang yang biasanya didendangkan dengan irama tradisional, sekarang didendangkan dengan irama lagu-lagu yang sedang populer di tengah masyarakat. Dari segi teksnya, salawat dulang sekarang memasukkan teks lagu-lagu yang tengah populer. Dalam hal unsur islam, dalam teksnya terdapat ajaran islam ataupun pesan agama islam secara eksplisit.

Kaba adalah cerita yang disampaikan oleh tukang kaba dengan iringan gesekan rebab. Kekuatan sastra kaba ini sangat ditentukan kemampuan tukang kaba. Jenis sastra kaba tersebut misalnya Kaba Cindua Mato, Kaba Anggun Nan Tongga, Kaba Lareh Simawang, Kaba Rancak Dilabuah, Kaba Gadih Basanai, Kaba Malin Deman, Kaba Rambun Pamenan. di dalam kaba (cerita) tukang kaba tidak hanya menyampaikan bahan berbentuk prosa ssaja seperti contoh di atas, tetapi tukang kaba juga menyampaikan bahan cerita yang bukan cerita dengan bentuk seperti petuah adat dan nasihat seperti halnya gurindam. Kaba adalah genre sastra tradisional Minangkabau berupa prosa. Kaba dapat dibacakan maupun didendangkan. Bentuknya berupa pantun lepas maupun pantun berkait disertai ungkapan pepatah-petitih, mamangan, pameo, kiasan, dan sebagainya. Kaba berfungsi untuk menyampaikan cerita atau amanat. Biasanya tokoh dalam kaba tidak jelas dan nama-namanya cenderung bersifat simbolik. Kaba yang disampaikan oleh seorang tukang kaba. Pertunjukan kaba berbeda-beda bergantung daerah Minangkabau. Ada yang menyampaikan kaba dengan randai, ilau, atau dengan nyanyian yang disebut basijobang. Sesudah Perang Dunia I, kaba mulai dipertunjukkan sebagai sandiwara dan diterbitkan. Kaba pertama kali ditulis dalam bahasa Melayu dengan huruf Latin sehingga berkembang sebagai cerita yang bertema aktual. Cerita kaba selalu diawali kisah tambo yang memaparkan asal usul Minangkabau.

Baikayaik adalah salah satu sastra lisan Minangkabau, yang biasanya banyak ditemukan dari daerah Pariaman. Sastra lisan ini berisi cerita nabi yang didendangkan (Sulastri, 1989), teksnya digubah dalam bentuk prosa liris. Baikayaik sangat kental akan dengan Islam, karena biasanya Baikayaik dipertunjukkan pada waktu perayaan atau ritual agama. Seperti halnya peringatan Maulud Nabi yang dilakukan di surau atau di mesjid. Baikayaik dipertunjukkan juga di rumah – rumah masyarakat, yakninya pada acara mandoa, baik mandoa selamatan atau kemalangan, contohnya, acara khitanan aqiqah serta naik batu dan mandoa 100 hari meninggal dunia. Biasanya ikayaik di iring dengan badikia yang dilakukan secara berganti-gantian, setelah tukang dikia beristirahat, pada pelaksanaannya. Pendendangan Baikayaik tidak diiringi instrumen bunyi bunyian atau alat musik, yang hanya merupakan dendangan lisan.

Badikia adalah salah satu tradisi kesenian minangkabau yang sudah jarang di temukan. Badikia merupakan suatu kesenian yang di dalamnya terdapat salawat Nabi Muhammad. Biasanya badikia dimainkan oleh tukang dikia dengan memakai alat berupa rebana yang terbuat dari kulit lembu yang berukuran besar. Badikia di mainkan oleh kaum laki-laki, dan sambil menabuh rebana para pemain ini juga melantunkan nyanyian salawat nabi. Badikia bertujuan sebagai hiburan dan juga suatu bentuk kiriman doa untuk nabi muhammad SAW. Di kebanyakan daerah Badikia ditampilkan pada acara maulud Nabi Muhammad, namun di Solok Selatan Badikia di tampilkan sebagai pengiring pengantin dan juga bisa di tampilkan dalam malam resepsi pernikahan.

Batombe merupakan seni pertunjukan balas-membalas pantun yang disampaikan dengan cara mendendangkan pantun antara kaum laki-laki dan kaum perempuan yang berasal dari Nagari Abai, Kecamatan Sangir Batang Hari, Kabupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatra Barat. Pada awalnya, tradisi kesenian batombe bermula dari tradisi membangun Rumah Gadang. Konon, masyarakat Nagari Abai masih sangat sunyi dan diselimuti beragam ancaman mulai dari beragam satwa liar serta cuaca. Oleh karenanya masyarakat berinisiatif untuk membangun Rumah Gadang yang dapat ditempati bersama-sama. Tradisi Batombe bertujuan untuk memotivasi pria dewasa agar kembali bersemangat menebang pohon ke hutan selepas makan siang. Pohon yang ditebang tersebut akan diolah menjadi tonggak, tiang, dan papan untuk membangun Rumah Gadang pertama di Nagari Abai. Rumah Gadang tersebut dikenal dengan nama Rumah Gadang 21 Ruang, rumah adat terpanjang di Sumatra Barat. Selain berfungsi untuk menjaga keselamatan penduduk dari serbuan binatang buas dan tempat hunian keluarga, pembangunan Rumah Gadang tersebut juga diproyeksikan sebagai tempat pertemuan dan pusat pagelaran seni budaya.

OLEH ; Kevin Juandri Pratama, Mahasiswa Universitas Andalas jurusan Sastra Minangkabau.